hai guys kembali lagi dengan ane si penulis yang selalu ceria kali ini aku kan bercerita mengenai dunia RANAH MINANG pastinya tau dong dimana yakni sumatera barat.
Matahari perlahan-lahan menampakkan dirinya. Kubuka kelopak mata ini dengan berat hati dan kulirik jam yang sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. “Haa? Cepet banget udah jam 05.00 pagi. Perasaan baru tidur sebentar deh!” kataku dalam hati. Rasanya malas sekali tubuh ini untuk bangun. Apalagi, ditambah dengan udara pagi pedesaan yang dingin sehingga membuatku ingin sekali menarik selimut dan memejamkan mata ini lagi. Tetapi, bagaimanapun juga aku harus segera bangun untuk sikat gigi dan sholat subuh. Akhirnya aku pun membangunkan kakakku, “Kak bangun kak, sholat subuh yuk. Udah jam 05.00 nih!”. Setelah itu, aku dan kakakku pun menuju ke kamar mandi untuk sikat gigi dan sholat subuh.
Matahari perlahan-lahan menampakkan dirinya. Kubuka kelopak mata ini dengan berat hati dan kulirik jam yang sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. “Haa? Cepet banget udah jam 05.00 pagi. Perasaan baru tidur sebentar deh!” kataku dalam hati. Rasanya malas sekali tubuh ini untuk bangun. Apalagi, ditambah dengan udara pagi pedesaan yang dingin sehingga membuatku ingin sekali menarik selimut dan memejamkan mata ini lagi. Tetapi, bagaimanapun juga aku harus segera bangun untuk sikat gigi dan sholat subuh. Akhirnya aku pun membangunkan kakakku, “Kak bangun kak, sholat subuh yuk. Udah jam 05.00 nih!”. Setelah itu, aku dan kakakku pun menuju ke kamar mandi untuk sikat gigi dan sholat subuh.
Setelah sholat subuh, aku pun berkata kepada kakakku.
“Oh ya kak, kan sekarang hari terakhir kita berlibur lebaran di Padang. Nanti,
sekitar jam 16.00 sore kita sudah harus berangkat ke Bandara Minangkabau”.
“Yaudah, lebih cepat lebih baik” kata kakakku dengan
sedikit nyolot.
Sebenarnya, kakakku memang tidak ingin ikut pulang
kampung bersama kami sekeluarga. Tetapi, daripada dia sendirian di rumah selama
seminggu, mungkin dia berpikir lebih baik kalau dia ikut saja pulang bersama
kami. Hehehe ...
“Dek, mau ikut nggak ke tempat pemandian air panas?”,
kata mamaku tiba-tiba.
“Mau ma, daripada aku di rumah nggak ada
kerjaan”, ucapku tanpa berpikir panjang.
“Feb, kamu mau ikut juga nggak?”, tanya mamaku kepada
kakakku.
“Nggak ah, males”, jawab kakakku dengan singkatnya.
Kemudian, aku pun mengambil sabun,handuk,sisir, dan
baju ganti untuk dibawa ke tempat pemandian air panas tersebut. Tak lupa aku
memakai jaket karena udara di sana sangat dingin, apalagi kalau masih
pagi-pagi.
“Let’s go!” kataku dengan semangat.
Aku, mamaku, dan kakak sepupuku segera berangkat
menuju ke tempat pemandian air panas itu menggunakan mobil. Tempat pemandian
air panas tersebut jaraknya tak begitu jauh dengan rumah saudaraku. Jadi,
sekitar 10 menit kemudian kami telah sampai di tempat tujuan. Aku dan mamaku
mandi di tempat khusus perempuan, sedangkan karena kakak sepupuku laki-laki,
dia mandi sendiri di tempat khusus laki-laki. Ketika aku sampai di tempat
pemandian air panas itu, aku disambut oleh uap-uap panas yang keluar dari air
panas tersebut.
Kebanyakan yang mandi di tempat tersebut adalah
penduduk sekitar sana, mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek pun ada di
sana. Lucunya, ketika aku dan mamaku akan mandi, kami baru ingat ternyata kami
lupa membawa gayung. Ternyata, kalau ingin mandi di sana harus membawa gayung,
karena kalau langsung mandi di kucuran air panas yang mendidih tersebut, kulit
kami bisa melepuh. Kan tidak lucu kalau kami harus meminjam gayung milik nenek
gayung yang ternyata hanya mitos itu (hehehe, bercanda). Akhirnya kami pun
meminjam gayung seorang ibu-ibu yang sedang mandi pula di sebelah kami.
“Bu, boleh minjam gayungnya sebentar nggak bu?”, kata
mamaku kepada ibu itu.
“Boleh, pakai saja bu”, kata ibu itu dengan ramahnya.
Kurang lebih artinya seperti itu, karena mamaku dan
ibu itu berbicara menggunakan bahasa Padang. Aku kan kurang bisa bahasa Padang.
Aku hanya tahu ambo, uda, uni, dsb. Yang penting bisa saketek-saketek
(sedikit-sedikit). Hehehe ...
Karena airnya yang sangat panas, aku pun sampai
mencampurnya dengan air biasa agar tidak terlalu panas. Setelah selesai mandi,
aku pun mengelapnya menggunakan handuk dan memakai baju.
Kemudian, setelah sepupuku juga sudah selesai mandi, kami pun pulang
kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai di rumah, ternyata sudah jam 06
lewat. Aku pun segera memasukkan barang-barangku ke koper karena aku akan
berangkat ke bandara pada pukul 16.00 sore. Setelah itu aku pun sarapan pagi
dengan nasi goreng buatan mamaku. Oh ya, rencananya nanti siang sekitar jam
10.00 aku sekeluarga akan berekreasi dahulu ke Pantai Air Manis, tempat di mana
Malin Kundang dikutuk menjadi batu karena kedurhakaannya kepada ibunya.
Tik-tok tik-tok, waktu pun berputar dengan cepat dan
tak terasa sudah jam 10.00. Syukurlah, rencana kami untuk jalan-jalan ke Pantai
Air Manis pun jadi. Aku pun segera bersiap-siap. Tak lupa juga aku membawa
handphone untuk berfoto-foto sebagai kenang-kenangan. Setelah beberapa lama,
kami pun sampai juga di tempat tujuan.
Di tempat tersebut, terlihat dengan jelas Malin Kundang
yang sedang sujud meminta ampun kepada ibunya. Seperti yang sudah kubilang, aku
pun tak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto-foto di dekat patung Malin
Kundang tersebut bersama keluargaku. Di tempat itu, kami juga disuguhkan
pemandangan yang sangat indah dengan panorama-panorama yang mengundang decak
kagum. Setelah puas melihat panorama di Pantai Air Manis, mamaku pun berkata,
“Kita makan sate Padang Mak Sukur yuk!”.
“Yuk, aku juga udah laper nih!” kataku dengan
semangat.
Karena semuanya juga setuju, akhirnya kami pun menuju
ke tempat warung sate Mak Sukur. Kalau bahasa twitternya yaitu OTW ke warung
sate Mak Sukur (hahaha, bercanda ..). Setelah beberapa lama, kami pun
sampai di warung sate Padang Mak Sukur yang konon katanya sudah terkenal dengan
kelezatannya (kenapa jadi kayak promosi gini ya?). Kemudian, kami pun memakan
sate Padang tersebut. Dan ternyata benar saja, sate Mak Sukur tersebut sangat
enak dan terbukti dengan warungnya yang tak pernah sepi. Setelah semuanya sudah
kenyang, kami pun kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai di rumah, ternyata sudah jam 13.00
siang. Yaa, namanya juga jalan-jalan, jadi walaupun lama tidak akan terasa.
Kami pun membereskan barang-barang kami dan mengingat-ngingat kembali barang
apa saja yang belum dimasukkan ke dalam koper. Sehabis itu, aku sekeluarga
bersiap-siap untuk berangkat ke bandara.
”Jakarta, I’m coming!”, rasanya aku ingin berteriak
seperti itu kepada dunia.
Ketika semuanya sudah siap, aku dan keluargaku pun
berpamitan dengan saudara-saudaraku dan tak lupa juga dengan nenekku tercinta.
Tetapi, itulah pertemuan terakhirku dengan nenekku. Nenekku telah meninggal
sejak tahun 2010. Huh, rasanya sedih sekali, karena sekarang aku sudah tidak
punya nenek dan kakek sama sekali. Kemudian, berangkatlah kami ke Bandara
Minangkabau.
*****
Di tengah perjalanan menuju bandara, aku sangat asyik
sendiri mendengarkan lagu di handphone. Apalagi, perjalanan dari hotel menuju
bandara cukup jauh sehingga memakan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu,
kami sengaja sudah jalan dari hotel pada pukul 16.00 sore. Kira-kira setelah
menempuh perjalanan selama 1 jam, aku pun sampai di Bandara Minangkabau dan
hendak parkir mobil dahulu. Ketika mobil belum sempat diparkir, tiba-tiba mobil
terguncang ke kanan dan ke kiri.
“Pa, mungkin mobilnya pecah ban kali?” kataku kepada
papaku.
“Nggak tau, papa cek dulu ya” jawab papaku.
Aku kira, mobil yang kutaiki mengalami pecah ban,
sehingga kami cepat-cepat keluar dari mobil.
Ternyata perkiraanku salah, ban mobil kami tidak
pecah, melainkan aku melihat tiang-tiang lampu penerangan jalan dan pohon-pohon
di sekitarku sudah bergoyang-goyang. Yap, ternyata itu adalah gempa.
“Allahuakbar, ini gempa!” teriak papaku.
Lantas, aku pun langsung panik ketakutan, bahkan aku
langsung menangis. Jelas saja aku panik, lokasi Bandara Minangkabau berada
dekat dengan laut, sehingga bisa saja menimbulkan tsunami.
Tidak hanya aku saja yang panik ketakutan, bahkan
orang yang sedang di dalam bandara pun berhamburan keluar. Kaca bandara pun
jadi sasaran kepanikan, karena banyak orang yang memecahkan kaca bandara. Orang
yang sedang check-in pun sampai meninggalkan tiketnya, sehigga setelah gempa
tersebut berhenti, banyak penumpang yang melaporkan kehilangan tiket.
Sampai-sampai, handphone papaku pun juga hilang waktu papaku sedang di kamar
mandi, entah terjatuh ataupun karena sebab lain. Mungkin karena habis gempa,
papaku masih trauma sehingga tidak sadar kalau handphone-nya terjatuh. Kami pun
segera melaporkannya kepada petugas informasi bandara agar bagi yang menemukan
handphone tersebut segera mengembalikannya kepada kami. Tetapi, sampai sekarang
handphone itu tak kunjung kembali.
“Mungkin ini ujian dari Allah SWT” ujar papaku.
*****
Perasaanku yang semula gembira berganti dengan
perasaan takut sejak peristiwa gempa tersebut. Gempa tersebut meniggalkan
sebuah trauma yang mendalam bagiku. Tetapi, untung saja kami sekeluarga masih
diberi keselamatan.
Hanya saja, rencana kami untuk pulang ke Jakarta
pupuslah sudah. Semua jadwal penerbangan dari Padang dan menuju Padang
dibatalkan untuk sementara waktu karena landasan pesawat yang mengalami
kerusakan.
“Yaah, nggak jadi pulang ke Jakarta deh, mana besoknya
udah masuk sekolah lagi”, gumamku dalam hati.
“Allahuakbar allahuakbar..”, sore telah berganti
menjadi malam, dan adzan maghrib pun berkumadang.
Akhirnya aku sekeluarga sholat maghrib dahulu dan
berdo,a untuk meminta ketenangan batin. Setelah sholat maghrib, aku pun
berpikir di mana aku sekeluarga akan tinggal untuk sementara waktu. Kedua
orangtuaku pun juga bingung dibuatnya. Tiba-tiba, mamaku mengeluarkan
handphonenya dan menelepon keponakannya.
“Tuuttt.. tuuttt..”, handphone mamaku telah
berbunyi beberapa kali tetapi tidak diangkat juga oleh kakak sepupuku.
Akhirnya, mamaku memutuskan untuk langsung datang ke
tempat kost keponakannya yang berada tidak terlalu jauh dari bandara. Aku
sekelurga pun menuju ke tempat kost kakak sepupuku menggunakan mobil teman
papaku. Kebetulan, papaku ditawari oleh temannya untuk menumpang di mobilnya,
jadi apa salahnya kalau papaku menerimanya.
Pada saat di perjalanan mencari tempat kost kakak
sepupuku, aku melihat seluruh kota Padang sudah hancur porak-poranda. Semua
bangunan yang kulihat di sekitarku sudah rata tak berbentuk lagi. Pada waktu
itu, seluruh aliran lisrik terputus, sehingga hanya ada kegelapan akibat tidak
ada penerangan. Kami pun juga tidak bisa menghubungi siapapun. Bukan karena
tidak ada pulsa, melainkan karena tidak ada sinyal di tempat itu. Kota Padang
menjadi seperti “kota mati” semenjak peristiwa gempa tersebut.
Ketika kami menyambangi tempat kost-nya, ternyata
kakak sepupuku tidak berada di tempat itu karena dia juga sedang mengungsi.
Tempat kost kakak sepupuku lumayan dekat dengan laut sehingga dia takut kalau
terjadi tsunami. Yaa, wajar saja dia takut, karena gempa tersebut berkekuatan
7,9 skala richter sehingga bisa saja menimbulkan tsunami.
*****
Kami pun semakin bingung, di mana lagi kami akan
tinggal untuk sementara waktu. Karena pada waktu itu tidak ada lagi yang
menjual nasi, kami pun terpaksa hanya membeli 4 buah kotak martabak manis untuk
mengisi perut kami yang kosong dan kembali lagi ke bandara. Malam hari
itu, kami terpaksa menghabiskan waktu dengan menginap di Bandara Minangkabau.
Penumpang yang lain pun juga banyak yang bermalam di bandara.
Aku bersama papaku iseng saja ingin melihat kondisi
bandara pasca gempa itu. Ketika aku dan papaku masuk ke dalam bandara, aku
melihat dengan langsung kondisi bandara yang sudah sangat memprihatinkan.
Langit-langitnya sudah rusak berat seperti habis diterjang angin topan. Aku
tidak bisa membayangkan bila aku menyaksikan ada seseorang yang tertiban
langit-langit itu. Untung saja, ketika gempa berlangsung aku sekeluarga belum
sempat masuk ke dalam gedung bandara. Setelah aku dan papaku melihat kondisi di
dalam bandara, akhirnya kami berdua menghampiri mamaku dan kakakku kembali. Aku
melihat jam di tanganku, dan jam sudah menunjukan pukul 21.00 malam.
Akhirnya, aku pun tidur seadanya dengan beralaskan
koran, padahal waktu itu udara sedang dingin sekali. Sehingga, malam itu aku
pun tidak bisa tidur. Sungguh, hari itu menjadi mimpi buruk yang tidak pernah
aku bayangkan sebelumnya akan menimpa diriku.
Keesokan harinya, pesawat
sudah mulai beroperasi kembali. Tetapi aku belum juga bisa pulang ke Jakarta,
karena aku harus menunggu papaku untuk check-in terlebih dahulu. Kemudian,
setelah selesai check-in, akhirnya aku sekeluarga bisa naik pesawat pada pukul
09.00 pagi.
Ketika aku berada di ruang tunggu, aku melihat Menteri
Perhubungan yaitu Bapak Freddy Numberi yang sedang melihat kondisi Bandara
Minangkabau pasca gempa kemarin. Malahan, ketika aku sedang menunggu di ruang
tunggu, gempa susulan terjadi lagi, tetapi kekuatannya tidak besar.
“Aaaaaaa”, semua orang termasuk aku panik kocar-kacir
menyelamatkan diri, untung saja ada petugas bandara yang menenangkan kami
semua.
Akhirnya, semua penumpang pun dapat tenang kembali.
Tak beberapa lama kemudian, aku dan keluargaku pun dapat naik ke pesawat.
Kurang lebih, perjalanan di pesawat memakan waktu 1 jam lebih, dan pada jam
setengah 11 aku sekeluarga telah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku pun
bersyukur, dapat sampai di Jakarta dengan selamat tanpa ada hambatan apapun.
Kami pun langsung ke tempat pengambilan barang, untuk mengambil barang-barang
bawaan kami. Setelah semua barang-barang kami terambil, kami pun naik mobil
Damri dan turun di Rumah Sakit Harapan Bunda. Lalu, kami melanjutkan perjalanan
menggunakan taksi untuk dapat sampai ke rumah.
*****
Pada pulang kampung selanjutnya, ketika liburan
semester 2 kemarin, Bandara Minangkabau dan Kota Padang sudah tampak lebih
baik. Semua bangunan yang rusak sudah diperbaiki dan semua orang sudah
beraktivitas seperti biasanya. Tidak ada lagi raut wajah trauma dari penduduk
Kota Padang seperti setelah gempa pada tanggal 30 September 2009 itu. Aku
pun sudah melupakan kejadian gempa 3 tahun silam, dan dapat mengambil hikmah
dibalik musibah gempa tersebut.
~SELESAI~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar