Ini
bukan cerita atau dongeng yang bisa untuk dibaca sebelum tidur, tapi ini
hanyalah sebuah pengalaman pribadi perjalanan menuju Yogyakarta dari Malang
dalam mengejar mimpi demi merubah sebuah persepsi lingkungan sekitar tentang
bagaimana saya, dan untuk merubah keadaan hidup saya yang mulai saat ini
dimulai dari nol yang mungkin bisa menjadi inspirasi atau sekedar teman untuk
minum kopi diwaktu senggang.
Perjalanan
ke Yogyakarta yang saya lalui bersama kerabat saya diawali dengan menggunakan
travel yang biasa digunakan oleh beberapa kawan untuk menuju kota Yogyakarta,
dengan bertanya kesana-kemari kepada kawan untuk menyakan tentang kredibilitas
dan bonafitas dari travel yang saya tumpangi, maka saya memilih travel dengan
armada yang cukup baik dan dengan ongkos yang cukup murah bila dibandingkan
dengan menggunakan bus malam perbadingan harganya adalah Rp.90.000., untuk bus
malam dan Rp.100.000., untuk travel dan bisa sampai ke tempat tujuan.
Malang
– Yogyakarta secara geografis sejauh 350 KM, dimana selama perjalanan kita akan
disuguhi pemandangan yang asri dari berbagai kota dan juga beragam kebudayaan
yang kita jumpai untuk berpindah provinsi dari jawa timur ke jawa tengah.
Kira-kira seperti ini rutenya
Malang-Batu-Pujon-Kandangan-Pare-Papar-Kertosono-Nganjuk-Caruban-Ngawi-Sragen-Karanganyar-Solo-Kartosuro-Sukoharjo-Klaten-Yogyakarta.
Perjalanan normal dari Malang ke Yogyakarta dapat di tempuh dengan waktu 8-10
jam, itu sudah termasuk dengan makan sekali dan isi bahan bakar kendaraan.
Tidak banyak yang diperlukan untuk bahan bakar dari Malang ke Yogyakarta, satu
tanki penuh sudah cukup untuk sampai ke Yogyakarta, bahkan lebih.
Perjalanan
yang dijanjikan oleh agency travel akan dimulai pada pukul 8:00, tetapi inilah
kebiasaan masyarakat kita, mungkin pukul 8:00 yang dimaksud adalah berdasarkan
jam nya sendiri, bukan menggunakan waktu berdasarkan Indonesia. Seperti
kebiasaan saya sebelum melakukan perjalanan adalah untuk menikmati secangkir
kopi panas dan beberapa batang rokok, karena pada hari itu saya bangun agak siang,
jadi tidak mungkin untuk ngopi di rumah, karna saya berpikir akan terlambat,
tetapi ternyata saat sampai di lokasi yang telah di janjikan untuk menjemput,
travel pun belum juga datang, maka untuk memenuhi hasrat kopi saya, saya
lakukan di sebuah warung kopi yang terletak di depan kampus. Cukup lama juga
saya menunggu waktu itu, sekitar jam 9:16 travel yang di tunggu datang, dan
saya langsung meluncur ke kota Blitar untuk mengambil paket. Perjalanan saya
sangat beruntung, karena travel hanya berisi saya dan teman saya, sehingga
seperti naik mobil pribadi.
Selama
perjalanan banyak cerita yang saya dapatkan dari driver travel yang
saya tumpangi, mulai tentang bagaimana hidup, dan bagaimana perjalanan
percintaan yang benar, dan berbagai tempat menarik yang saya tidak tahu berada
di kota Malang. Semua tidak seperti yang kita bayangkan dan harapkan, akan ada
banyak halangan yang akan kita lewati selama menggapai semua mimpi, dan bahkan
sesuatu yang mungkin kita harapkan sudah pasti akan terjadi, bisa saja berbalik
dan menjadi mustahil untuk terjadi.
Saat
sore menjelang, dan waktu itu sudah sampai di Caruban suasana juga sudah mulai
mencair, saya beranikan diri untuk mengajak ngopi sebentar dan melepas lelah
sedikit, karena dari pengalaman saya menyetir mobil, untuk perjalanan luar kota
yang memakan waktu lebih dari 5 jam, kita akan menemui saat-saat mengantuk
dalam menyetir. Tidak lama saya melepas penat waktu itu, karena target saya
magrib sudah sampai di kota Yogyakarta. Cukup dengan secangkir kopi, dan 3 batang
rokok, saya pun melanjutkan perjalanan menuju kota Yogyakarta.
Sesampainya
disana lebih dari target yang diharapkan, saya sampai pada pukul 19:00 yang
dikarenakan sulit juga untuk mencari alamat kerabat pada hari itu.
Ke
esokan harinya, saya memulai petualangan saya di kota Yogyakarta untuk mengadu
nasib dengan mengikuti sebuah test di perusahaan milik Negara yang terkemuka,
pengumuman hasil test akan dilaksanakan pada hari berikutnya.
Dengan
meminjam sebuah sepeda motor dari seorang kerabat disana, saya mulai
mengelilingi kota Yogyakarta, hari itu di mulai dengan mengunjungi pusat
perbelanjaan yang sangat terkenal di kota Yogyakarta, Maliboro. Tetapi saya
tidak pergi ke pasarnya, hanya numpang ngopi di depan pasar sambil memandang
para pembeli atau pejalan kaki yang melewati Malioboro. Secangkir kopi
sudah habis dengan pemandangan yang menabjubkan, perjalanan saya lanjutkan ke
sebuah tempat makan atau tempat nongkrong bagi beberapa orang yang buka 24 jam,
tepatnya bernama Raminten, dan lagi, saya memesan kopi tubruk disana. Kopi
sudah habis, perjalanan saya lanjutkan menuju arah Kaliurang. Senja sudah
menjelang, istirahat disebuah mushola di satu kampung disana sekalian memohon
dan bercerita kepada-Nya. Perjalanan di anjutkan menuju jembatan Sayidan sebuah
jembatan yang terkenal dan menjadi ikon di kota Yogyakarta dan juga tempat
untuk berfoto oleh berbagai kalangan. Tak hilang arah, saya coba memasuki
sebuah gang kecil yang berada di dekat jembatan Sayidan, dan gang tersebut juga
bertuliskan Sayidan, berharap ada sesuatu yang saya temui disana, tetapi
ternyata hanya sebuah perkampungan kecil dengan masyarakatnya yang selalu
tersenyum saat disapa. Bergerak dari Sayidan, saya menuju Malioboro dan mampir
disebuah angkringan disana untuk mengisi perut yang sudah minta untuk diisi
oleh sesuatu, 3 bungkus nasi kucing saya habiskan untuk menghilangkan rasa
lapar, dan segelas kopi panas untuk menghilangkan sedikit letih. Walau sudah
berkali-kali saya pergi ke Malioboro, saya sempatkan untuk berjalan di pasar
Malioboro, tidak afdol rasanya ke Yogyakarta tanpa ke Malioboro. Sebuah pikiran
iseng pun keluar dari jiwa petualang saya, “Pasar Kembang itu seperti apa sih,
apakah sama dengan tempat lainnya?” dengan langkah pasti, saya ayunkan kaki
menuju pasar kembang, dan membayar uang retribusi sebesar Rp.2.000., Tidak
berbeda dengan lokalisasi lainnya, ya memang seperti itu lah keadaan
lokalisasi, dan saya berani bersumpah, bahwa saya hanya sekedar lewat, tidak
untuk mampir. Malam sudah kembali menanjak, saya arahkan langkah untuk menuju
sebuah daerah yang bernama Gejayan dan mampir ke sebuah kedai internasional
dengan lambang C-K, lama saya habiskan waktu disana, hingga dini hari pun telah
lewat, barulah saat itu terpikir, dimana kita akan menginap. Mencari
kesana-kemari untuk mencari penginapan yang murah pun ternyata cukup sulit pada
malam itu, dengan tidak ragu saya sepakat untuk menumpang pada sebuah pom
bensin di kota Yogyakarta untuk menumpang tidur, dengan miminta izin sebelumnya
pada pegawai pom bensin tersebut.
Pada
hari berikutnya, tidak banyak yang kita lakukan, hanya tidur di rumah kerabat
untuk bersiap melihat pengumuman, dan saya gagal kali ini. Seperti yang sudah
saya perkirakan sebelumnya, dan memang tanpa di pungkiri, mencari kerja di
Indonesia masih harus disertai dengan unsur keberuntungan dan politik dari
orang dalam yang kuat. Dengan sedikit kekesalan, saya lanjutkan untuk melalui
malam dengan mengunjungi pasar Malioboro, dan melihat bagaimana keadaan malam
minggu disana, dan seperti itulah keadaan pasar, ramai dengan penjual dan
pembeli yang sibuk menawarkan barang dan harganya, banyak juga terlihat
wisatawan asing dan local berada disana yang hanya sekedar berjalan atau
mencari pernak pernik. Bosan sudah melanda, sempat terpikir untuk mengunjungi
pantai Parangtritis, tapi karena hari sudah malam, dan jalannya untuk menuju
kesana pun saya tidak tahu, maka saya putuskan untuk kembali mengunjungi kedai
C-K dan menikmati apa yang tersedia disana. Malam sudah larut, dan saya menyewa
sebuah kamar di sekitar Pasar Kembang untuk beristirahat.
Ke
esokan harinya, tujuan utama di minggu ini adalah kembali ke Malang dengan membawa
sebuah cerita, tetapi saya sempatkan untuk mampir ke sebuah acara yang diadakan
setiap hari minggu di lembah UGM, Sunday Morning. Sunday Morning adalah
sebuah rekreasi alternatif bagi warga Yogyakarta sebuah kompleks di UGM ini
banyak di kunjungi oleh masyarakat yang tidak hanya untuk berolahraga pagi
saya, tetapi juga ada yang berjalan-jalan, atau hanya sekedar cuci mata, dan
bahkan juga hanya sekedar lewat saja untuk menuju ke suatu tujuan tertentu. Di
sekitar juga banyak pedagang dadakan yang berjualan, mulai dari makanan sampai
ke mainan anak.
Perjalanan
pulang ke Malang saya lalui dengan armada yang berbeda, karena ketersediaan
dana yang mulai menipis, saya awali dengan menumpang sebuah angkutan yang
terkenal di Yogyakarta yaitu TransJogja, hanya dengan Rp.3.000., saya sudah
sampai ke terminal Giwangan, setelah masuk peron, saya mulai memilih PO mana
yang akan saya tumpangi untuk sampai ke Surabaya, saya memilih PO Sumber
Kencono, karena memang Sumber Kencono ini terkenal cepat sampai tempat tujuan,
dan memang saya akui, sangat cepat. Tarif yang dikenakan untuk Yogyakarta –
Surabaya sebesar Rp.34.000., tetapi, dalam perjalanan saya sudah tidak tahan
menahan buang air kecil, dan ditakutkan penyakit ginjal saya kambuh, maka saya
turun di kota Jombang, dan melanjutkan dengan bus kecil yang cukup terkenal
untuk jalur Jombang – Malang, Puspa Indah, tarif yang dikenakan Puspa Indah
untuk menuju Malang sebesar Rp.14.000., dan jangan berharap untuk dapat duduk
dengan nyaman, karena isi penumpang yang penuh, dan jalur yang dilalui pun
cukup menatang, bagi sebagian orang yang sudah tahu bagaimana jalur Pujon
mungkin akan mengakuinya bahwa ini merupakan jalur hitam, dan saya sendiri
sudah biasa melewati jalur ini untuk menuju kota Kediri, Pare, atau Bojonegoro.
Sampai
di kota Malang sekitar pukul 21:30 dan dengan badan yang cukup pegal saya
membawa berbagai cerita untuk dikenang, dan ada beberapa cerita yang tidak
dapat saya publikasikan disini.
“Mimpi
adalah jawaban hari ini untuk pertanyaan esok hari”– Edgar Cayce
Tidak ada komentar:
Posting Komentar